Konsep Persembahan Yang BENAR Dan DIPERKENAN

Ibadah Yang Sejati adalah mempersembahkan Tubuh
Persembahan Tubuh Sebagai Ibadah Yang Sejati
Konsep persembahan bangsa Israel dalam Perjanjian Lama bersifat kudus, ritual dan didasarkan kepada peraturan yang ditetapkan di dalam hukum Taurat, Kitab Suci Perjanjian Lama. Kitab Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan mencantumkan banyak ketentuan yang mengatur bentuk (burung atau domba), jumlah, cara dan kapan waktunya memberi persembahan. Biasanya persembahan tersebut berhubungan erat dengan upacara korban. Kita dapat melihat di kitab Imamat pasal 1 sampai 7 yang menjelaskan contoh-contoh jenis persembahan korban seperti korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, korban penghapus dosa, dan korban penebus salah.

Tidak hanya itu, konsep ibadah bangsa Israel juga mengenal persembahan persepuluhan dalam bentuk hasil ladang, ternak atau uang (Ul. 14: 22-27).

Nah, di dalam Perjanjian Baru, persembahan mempunyai arti yang berbeda. Orang-orang Kristen tidak lagi memberikan persembahan seperti yang disyaratkan di dalam hukum Taurat. Mengapa? Jika dulu, bangsa Israel mempersembahkan banyak jenis-jenis korban sebagai bagian dari ibadahnya. Tetapi dengan kedatangan Yesus Kristus untuk menggenapi hukum Taurat (Roma 10:4) dan rela mati di kayu salib maka orang Kristen tidak perlu lagi melakukan persembahan-persembahan seperti yang dipersyaratkan di dalam hukum Taurat. Dengan pengorbanan Kristus di kayu salib, kita dapat melakukan persembahan yang sejati yaitu tubuh kita sendiri yang telah dilahir-barukan sebagai persembahan yang hidup.

Persembahan di gereja abad pertama berkaitan dengan perjamuan. Ketika itu belum ada pemisahan antara Perjamuan Kudus (ekaristi) dengan Perjamuan Kasih (agape). Kepemilikan akan sesuatu bersifat kolektif. Jemaat tidak hidup dalam kekurangan karena semua orang yang mempunyai menjual kepunyaannya dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul sehingga bisa dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluaannya (Kis. 4:32-36).

Jadi sebenarnya, Perjanjian Baru tidak mengatur aturan (berapa besar atau berapa %) tentang persembahan, bahkan dalam buku I Korintus yang sering membicarakannya. Ini berarti tidak ada perpuluhan, persembahan sulung dan lain-lain. Tentunya, bagi sebagian pembaca membaca artikel ini akan senang dan gembira, bukan?

Namun demikian persembahan berupa uang bukanlah berarti tidak ada! Di 2 Kor. 9:1-15, rasul Paulus menulis tentang adanya pengumpulan dana untuk jemaat di Yerusalem. Dalam pengumpulan dana tersebut, Paulus mengatakan "bukan sebagai pemberian yang dipaksakan". Jadi jelas, Paulus mengajarkan pemberian yang didasarkan kepada kerelaan hati; tanpa paksaan, bahkan kita hendaknya memberi dengan sukacita. Hal ini dikatakan di ayat 7:
Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. (2 Korintus 9:7, LAI, TB)
Ibadat Yang Sejati

Konsep Paulus dalam memberi persembahan bersifat motivasi atau spirit dalam memberi. Kita bisa lihat di kitab Roma 12:1 yang mengatakan:
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Di ayat ini Paulus jelas mengatakan bahwa apa yang kita harus persembahkan kepada Allah adalah tubuh kita, bukan uang atau lain hal. Artinya lebih mendalam adalah seluruh pikiran, tenaga dan segala sesuatu yang kita miliki; harus dipersembahkan kepada Allah secara totalitas (bandingkan dengan Luk. 10:25-28). Oleh karena itu, Paulus mengatakan 'mempersembahkan' yang artinya penyerahan total. Apa yang dipersembahkan? Diri kita sendiri. Dan kata Paulus, "Itu adalah ibadahmu yang sejati".

Lalu apakah yang menjadi motivasi kita dalam mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah? Kita lihat satu ayat di atasnya yaitu Roma 11:36:
Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!
Sebenarnya, motivasi kita dalam mempersembahkan tubuh kita adalah sebuah pemahaman bahwa segala sesuatu yang kita miliki bersumber dari Dia, dan oleh Dia dan kepada Dia. Jadi kita harus memiliki kesadaran penuh bahwa memang eksistensi kita sebagai manusia bersumber dari Dia dan oleh Dia. Oleh sebab itu, motivasi kita dalam mempersembahkan segala sesuatu hanya ditujukan kepada Dia.

Persembahan Berupa Materi

Nah, jika kita sudah memahami bahwa ibadah kita yang sejati adalah mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup. Apakah kemudian berarti kita tidak memberi dalam rupa hal-hal yang bersifat materi, seperti misalnya uang?

Renungkan ini: Jika tubuh kita saja yaitu tenaga dan pikiran dan segala sesuatu yang kita miliki dipersembahkan secara totalitas untuk Allah dengan kesadaran bahwa segala sesuatu bersumber dari Dia, bagaimana dengan uang atau harta kekayaan kita? Apakah kita mau hitung-hitungan? Saya persilahkan pembaca menjawab sendiri! Jadi memang benar bahwa Perjanjian Baru tidak mengatur berapa persen dan bentuk dari persembahan, tetapi jelas Paulus mengajarkannya melampaui pemahaman persembahan yang diatur di dalam Perjanjian Lama yang sifatnya legalistik dan kewajiban.

Tentunya pembaca akan berkata: "Loh apakah berarti mempersembahkan uang menjadi kewajiban?" Saya katakan, 'tidak!' Allah tidak membutuhkan uang. Hanya manusia yang butuh uang!. Jika Saudara tidak menyadari akan ajaran Paulus tentang memberi dengan suka cita, jangan memberi. Ketika Paulus mengumpulkan sumbangan untuk jemaat Yerusalem, mengatakan berilah masing-masing dengan kerelaan hati, tanpa paksaan. Jadi benar-benar bukan sebuah kewajiban. Sebaliknya, jika Saudara sudah memahami arti 'mempersembahkan tubuh' sebagai ibadah yang sejati dan segala sesuatu bersumber dari Dia, saya yakin, Saudara pasti akan memberi dengan suka cita. Dan jangan khawatir, bukan pula Saudara harus memberi semua yang Saudara miliki sehingga hidup Saudara menjadi susah. Saya yakin Tuhan juga tidak menginginkannya demikian. Kita juga harus bijaksana. Tetapi hendaknya kita tidak hitung-hitungan. Yang utama, berikanlah dengan suka cita.

Setelah Saudara memahami apa yang saya tulis di atas. Kini waktunya kita harus bijaksana kepada siapa dan untuk apa persembahan yang kita berikan.

Hamba Uang

Kita harus menyadari bahwa tidak ada satu orang pun yang benar, semua orang berdosa dan tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak (Rom 3:10-12). Apakah artinya? Jemaat dan juga pendetanya adalah orang berdosa. Dan saya tidak menutup mata bahwa ada pendeta-pendeta yang mengaku hamba Tuhan tetapi sebenarnya adalah hamba uang (2 Tim 3:2). Oleh sebab itu, kita harus waspadai pendeta-pendeta yang demikian. Biasanya hamba-hamba uang menggunakan ayat-ayat Kitab Suci untuk merangsang jemaatnya memberi lebih banyak. Misalnya berkata, "Berilah Rp.100.000 maka Tuhan akan memberi sejuta". Dan salah satu ayat yang dipakai biasanya adalah 2 Kor. 9:6: "Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga". Khotbahnya biasanya seputar kesuksesan. Semakin banyak kita memberi, semakin kita akan sukses karena Tuhan akan memberkati

Hal ini tidaklah berdasarkan Alkitab. Meskipun benar ada ayat-ayat Alkitab yang menyatakan bahwa Tuhan akan memberkati; tetapi motivasinya bukanlah dalam bentuk 'penyogokkan atau memancing'. Tuhan tidak bisa disogok apalagi dipancing. Tuhan memberkati berdasarkan kedaulatannya. Konsep memancing 100 untuk mendapatkan 1.000 adalah bentuk motivasi dari pemujaan kepada setan di mana jika kita memberikan sesajen maka roh-roh yang kita puja akan memberi lebih. Hamba-hamba uang memindahkan konsep Gunung Kawi ke dalam gereja dengan memanfaatkan ayat-ayat Alkitab untuk kepentingan diri.

Atau hamba-hamba uang ini menggunakan rasa takut atau ancaman untuk merangsang jemaatnya memberi. Misalnya dengan menakut-nakuti jemaat dengan perkataan "jemaat mencuri uang Tuhan jika tidak memberi perpuluhan" dan banyak kata-kata ancaman yang senada untuk memaksa jemaatnya memberi perpuluhan atau persembahan jenis lainnya. Praktek-praktek inipun tidak didasarkan kepada Alkitab. Bagaimana jemaat bisa memberi dengan rela hati dan suka cita seperti yang diajarkan oleh Paulus ketika disertai oleh ancaman-ancaman sehingga hatinya takut? Tetapi yang pasti, persembahan-persembahan itu masuk ke dalam kantong pribadi hamba-hamba uang.

Biasanya di mana gereja-gereja hamba-hamba uang ini bernaung memiliki ciri-ciri khusus pula yaitu berpusat pada diri. Artinya gereja tersebut memfokuskan aktifitas untuk kesejahteraan organisasi atau kelompoknya. Gereja tersebut tidak mementingkan atau bahkan tidak memiliki program penginjilan sebagai amanat agung Tuhan Yesus. Dan tidak peduli dengan gereja atau organisasi keagamaan Kristen lainnya sebagai bagian dari tubuh Kristus sehingga ketika tubuh Kristus mengalami masalah siap sedia membantu.

Satu hal lagi, gereja ini tidak memiliki sistem transparansi keuangan kepada jemaatnya sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada jemaat yang memberi.

Hamba Yang Setia

Ada hamba Tuhan yang benar-benar tulus melayani dan mengerti panggilannya sebagai pendeta dan saya menyebutnya sebagai hamba yang setia. Ciri-ciri hamba yang setia lebih banyak berkhotbah dalam metode pengajaran atau mendidik dengan tujuan agar jemaatnya lebih dewasa rohaninya dan lebih mengenal Firman Tuhan lebih mendalam lagi melalui pengajaran doktrin. Hamba setia jarang atau tidak pernah berbicara tentang uang seperti yang dilakukan oleh 'hamba uang.' Ketika hamba yang setia berbicara tentang uang, selalu disampaikan maksud tujuannya dengan jelas; misalnya penginjilan, KKR, pembangunan gedung gereja dan lain-lain, transparan dan memiliki akuntabilitas yang baik.

Jika Saudara cukup peka, isi khotbah hamba yang setia sangat bertolak belakang dengan 'hamba uang' yaitu tidak menekankan kepada kesuksesan atau bagaimana berdoa kepada Allah untuk mendapatkan kekayaan atau kesembuhan jasmaniah, melainkan menekankan pada pengajaran doktrin sehingga jemaat bertumbuh imannya.

Sayangnya, khotbah-khotbah hamba yang setia kurang diminati oleh jemaat yang motivasinya pergi ke gereja untuk mencari berkat jasmaniah; berkat materi dan kesembuhan. Isi khotbah yang bersifat doktrinal dinilai menjemukan dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini di mana jemaat lebih senang mendengar isi khotbah-khotbah yang hanya enak di dengar, lucu dan menyenangkan hati. Tetapi sangat dangkal dan tidak membangun iman pengenalan akan Allah yang benar.

Biasanya, gereja dari hamba yang setia tidak memfokuskan kepada kepentingan diri, melainkan berfokus kepada aktifitasnya menjalankan amanat Tuhan Yesus yaitu penginjilan, seperti melakukan KKR, berkunjung ke rumah-rumah sakit, penjara dan lain-lain tempat. Gereja ini memandang gereja atau organisasi Kristen lainnya sebagai bagian dari tubuh Kristus sehingga gereja ini juga banyak memberikan kontribusinya - baik dana ataupun tenaga pengajaran - kepada gereja-gereja atau organisasi Kristen lainnya yang membutuhkannya, misalnya memberikan sumbangan kepada LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) ataupun Gideon International untuk percetakan Alkitab. Gereja ini sungguh berbuah dan menjadi berkat bagi banyak gereja ataupun organisasi Kristen lainnya karena mengikuti nasehat di 2 Korintus 8:14:
Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.
Bagaimana sikap kita sebagai orang Kristen yang mempersembahkan tubuh sebagai ibadah yang sejati? Kita harus mendukung gereja-gereja dan pendeta-pendeta yang sungguh-sungguh bekerja bagi perluasan Injil dan pemberitaan keselamatan melalui Tuhan Yesus Kristus.

Hamba Setia Dan Kekayaan

Salah satu profesi yang sulit dan serba salah adalah profesi sebagai pendeta. Pendeta berbadan kurus jemaatnya berpikir Tuhan tidak memberi berkat kepadanya. Pendetanya gemuk dicap makan uang jemaatnya. Padahal yang perlu dipertimbangkan adalah berpikir seimbang dan manusiawi dalam menilai seorang pendeta, yaitu bagaimanapun juga pendeta adalah manusia yang layak mendapatkan berkat seperti jemaat-jemaatnya memperolehnya dari Allah. Sayangnya, jika kita melihat seorang hamba Tuhan memiliki rumah mewah atau mampu menyekolahkan anaknya ke luar negeri, banyak jemaat berpikir negatif akan hamba Tuhan yang demikian. Padahal kita tidak boleh menilai 'sisi luarnya' dan kita harus bersikap adil dan manusiawi dalam hal ini.

Saya ingin pembaca mengkaji Alkitab sebagai bahan acuannya, yaitu tidak ada satupun ayat-ayat Alkitab yang melarang atau tidak memperbolehkan seorang hamba Tuhan memiliki kekayaan untuk kesejahteraan keluarganya sepanjang apa yang diperolehnya adalah halal. Jika kita baca 1 Korintus 9:14 mengatakan:
Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.
Apakah artinya? Ayat ini jelas menyatakan bahwa profesi pendeta sebagai hamba Tuhan yang memberitakan Injil menghidupi kehidupan pribadinya dari pemberitaan Injil yang diberitakannya. Dan ayat ini tidak membatasi berkat-berkat yang diperolehnya dari pemberitaan Injilnya. Misalnya jika karena pelayanannya, ada jemaat diberkati dan memberikan rumah, mobil ataupun uang dalam jumlah yang besar maka pendeta itu tidaklah salah. Sebagai seorang hamba Tuhan, ia juga berhak atas berkat yang dilimpahkan Tuhan atas dirinya. Kita sebagai jemaat jangan berpikir yang negatif akan hal ini. Sebaliknya, kita harus bersyukur bahwa Tuhan mencukupi kehidupan pendeta itu dengan limpah. Dan berkat yang diperolehnya dari jemaat yang digembalakannya sesuai dengan ungkapan rasul Paulus di 1 Korintus 9:7-14 yaitu barang siapa yang mengembalakan kawanan domba maka ia berhak minum susu domba itu dan mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu:
Siapakah yang pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? Siapakah yang menanami kebun anggur dan tidak memakan buahnya? Atau siapakah yang menggembalakan kawanan domba dan yang tidak minum susu domba itu? Apa yang kukatakan ini bukanlah hanya pikiran manusia saja. Bukankah hukum Taurat juga berkata-kata demikian? Sebab dalam hukum Musa ada tertulis: "Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik!" Lembukah yang Allah perhatikan? Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya. Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah, kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kamu? Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus. Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.
Mudah-mudahan artikel ini dapat menjadi berkat bagi kita semua dan menjadikan kita lebih bijak dalam memahami segala sesuatunya; khususnya mempersembahkan tubuh sebagai persembahan hidup, kudus dan berkenan kepada Allah. Bagaimana pendapat Saudara?


Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu (1 Kor. 9:14)

12 comments :

  1. Dua loh batu perjanjian bersemayam dalam tabut emas yg dimurnikan.

    Kristus yg menyempurnakan taurat Musa dikandung perawan Maria yg tdk bernoda dosa. Murni seperti tabut perjanjian yg terbuat dari emas murni. Maria adl tabut perjanjian baru.

    Tubuh manusia yg memakan tubuh Yesus sebenarnya juga dimaksudkan berfungsi sbg tabut perjanjian yg harus selalu dijaga kesuciannya.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  2. Bagaimana dengan gereja yg suka pasang iklan koran sehalaman penuh itu? Manfaatnya perlu dipertanyakan!

    Salam
    AS

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duit persembahan kok buat pasang iklan sehalaman penuh.
      Kalau dikritik terbuka pasti ngambek.
      Orang biasa sudah bisa nebak, itu unjuk gigi, dan ongkos pasang iklan akan balik modal. Udah gitu metodenya diulangi lagi dan lagi.

      Salam
      AS

      Delete
  3. Perpuluhan sangat alkitabiah. Sayang..., manusianya yg berlomba-lomba mendirikan gereja dengan tujuan mengumpulkan perpuluhan secara sah dan irit jiwa sosialnya yg salah satu cirinya tampak dari bangunan gerejanya yg jumbo dengan umat relatif sedikit. Tak ubahnya menjadikan perpuluhan sbg gerbang kejahatan kedagingan cinta akan uang. Bagaimana tidak jika perpuluhan jatuh ke tangan yg salah bisa jadi per-nol-an.

    Bentuk gereja bertingkat dengan bagian paling suci menempati lantai dasar dan lantai2 diatasnya beragam ruang2 fasilitas harus ditentang. Bisa membangun dengan mewah kok lantas mengabaikan prinsip dasar kekristenan. Misi gereja bukan membangun fisik bangunan yg mewah dan nyaman tapi meneruskan ajaran para rasul sampai akhir jaman yg sebetulnya tidak butuh kemewahan yg berlebihan.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  4. Misi mengumpulkan perpuluhan menghasilkan gereja2 "franchise" buatan amerika. Mengadopsi skema piramid dimana puncak piramid menikmati kebebasan finansial paling tinggi. Daripada susah2 bikin gereja sendiri pake modal sendiri, lebih baik ikut gereja amerika yg sudah besar, berada di kaki piramid nggak masalah. Toh nanti akan sampai juga paling tidak di pinggang piramid. Begitulah kira2 pemikiran gembala gereja2 palsu. Gereja seperti ini harus ditinggalkan segera.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  5. Hamba uang cirinya khotbahnya menarik, tapi nanti di ujungnya berbau uang.
    Seperti politisi yg awalnya galak idealis, tapi bagian ujungnya bilang "hal itu bisa diatur" yg kental berbau uang sogok.

    Hamba uang sama saja melihat umat Allah layaknya sapi perah.
    Hamba uang bahkan sudah merencanakan sebelum memulai khotbah.

    Nanti, hamba uang itu berujung dicibir umat, dirasani umat, ditandai umat sbg UUD, ujung-ujungnya duit.

    Hamba uang itu beneran ada, kalau nggak ada artikel ini nggak bakalan ada.
    Umat sekarang sudah pandai, jadi hamba uang itu menempuh resiko yg besar.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  6. Penatua SSW tidak digaji, tapi wajib transfer, wajib menanggung majalah yg sisa akibat dikirim melebihi kebutuhan.
    Kalau penatua nggak mau bayar majalah-sisa, ya pintar2lah bikin dana-taktis.
    Lama2 penatua itu ujung2nya stress, penat/capek, jenuh, mblenger, teler, hidupnya berantakan, hidupnya menyedihkan.

    Majalahnya sisa satu....masih dianggap wajar
    Majalahnya sisa 5.... Mulai gelisah, cari akal
    Sisa 40.... Jadi stress, nego nggak boleh, lapor percuma. Pokoke harus habis, retur nggak boleh.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  7. Ada ulasan menarik ttg perpuluhan dg link https://seword.com/umum/penting-kpk-masuk-gereja/

    Jadi perpuluhan sangat cocok di Israel, belum tentu cocok untuk luar Israel. Di Indonesia perpuluhan sangat menggoda iman untuk dosa kedagingan jadi koruptor.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  8. Perpuluhan itu lebih baik ditinggalkan saja. Kenapa? Karena kalo sudah terkumpul terus disuruh balikin ke penyumbang rasanya beraaaat banget.

    Ngumpulinnya enteng, membagikannya beraaaat.

    Yg benar itu yg sesuai dg kerelaan masing2 jangan ada paksaan atau diambil hatinya supaya nyumbang yg banyak (dikondisikan dg pendekatan psikologi atau istilahnya dipancing dulu ).

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  9. Buntut dari perpuluhan adl kemewahan dan sebagian terbuang sia-sia untuk pengeluaran yg sebetulnya harus dihemat karena dananya berlebihan ya dihajar aja toh nanti bakalan dapet lagi pemasukan bulan depan.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  10. Kemana larinya perpuluhan?

    Kalau mau jujur
    -Buat membangun fisik gereja yg megah
    -Buat beli fasilitas penunjang kenyamanan beribadah.
    -Buat beli alat transportasi
    -Buat biaya operasional
    -Buat bikin acara khusus diluar rutinitas
    -Masuk rekening bank, diinvestasi
    -Buat aksi sosial, pelayanan gratis untuk umat.

    Nah berapa persentase masing2 pos anggaran? Masihkah bisa disebut perpuluhan lagi?

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  11. Adam, Hawa, Kain dan Abel (manusia perdana) tidak kenal perpuluhan.
    Nabi Nuh dan umatnya tidak mengenal perpuluhan.
    Bapa Abraham dan umatnya tidak mengenal pula perpuluhan.
    Bangsa Yahudi di negeri asing yaitu Mesir tidak diajarkan perpuluhan.

    Jadi perpuluhan itu fix konsekuensi dr suku lewi yg tidak mendapat bagian tanah pusaka.

    Salam
    AS

    ReplyDelete

Tolong SEBUTKAN Nama Atau Initial Anda saat memberi komentar agar memudahkan Mitra diskusi Anda mengidentifikasikan Anda.

Non Kristiani, mohon tidak memberi komentar.

Jika Anda ingin komentar, silahkan klik DI SINI DULU

.